February 11, 2013

Perbandingan Penggunaan Metode Ceramah Dan Diskusi Dalam Memahami Pelajaran Aqidah Akhlak


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif. Menurut Zakiyah Daradjat .. pada dasarnya ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara mengajar.[1]
Ketiga kompetensi tersebut harus berkembang secara selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru. Sehingga diharapkan dengan memiliki tiga kompetensi dasar tersebut seorang guru dapat mengerahkan segala kemampuan dan keterampilannya dalam mengajar secara profesional dan efektif.
Mengenai kompetensi dalam cara-cara mengajar, seorang guru dituntut untuk mampu merecanakan atau mampu menyususun setiap program satuan pelajaran,mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan serta mampu memilih metode yang bervariatif dan efektif.
Ketepatan seorang guru dalam memilih metode pengajaran yang efektif dalam suatu pembelajaran akan dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif yaitu tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Sebaliknya ketidaktepatan seorang guru dalam memilih metode pengajaran yang efektif dalam suatu pembelajaran, maka akan dapat menimbulkan kegagalan dalam mencapai pembelajaran yang efektif yaitu tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Sukadi bahwa .proses pembelajaran yang tidak mencapai sasaran, dapat dikatakan sebagai pembelajaran yang tidak efektif.[2]
  
B.     Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dari makalah ini yang hendak dicapai adalah:
1.      Mengerti betapa pentingnya suatu metode pembelajaran itu sendiri
2.    Mengetahui lebih jelas tentang aspek-aspek yang dapat membuat suatu pengajaran itu berhasil dan gagal.

C.    Kegunaan Pembahasan
Yang terpenting dalam makalah ini adalah mampu memberikan kerangka teoritis maupun praktis dari nilai-nilai pembelajaran  yang ada di Negara kita.
D.    Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalam pahaman dalam memahami judul dari makalah ini, maka penulis merasa berkepentingan untuk menegaskan judul dari makalah ini adapun judul dari makalah ini adalah Perbandingan Penggunaan Metode Ceramah Dan Diskusi Dalam Memahami Pelajaran Aqidah Akhlak

                                                                           
BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Metode Ceramah
1.   Pengertian Metode Ceramah
Yang dimaksud metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuahmateri pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai. Adapun menurut M. Basyiruddin Usman yang dimaksud dengan metode ceramahadalah .teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim disampaikanoleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaianbahan secara lisan oleh guru bilamana diperlukan. Pengertian senada juga diungkapkan oleh Mahfuz Sholahuddin dkk., bahwa metode ceramah adalah suatucara penyampaian bahan pelajaran secara lisan oleh guru di depan kelas atau kelompok.[3] Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan yang dimaksud dengan metode ceramah adalah cara belajar mengajar yangmenekankan pada pemberitahuan satu arah dari pengajar kepada pelajar (pengajaraktif, pelajar pasif).[4]
Dari beberapa pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran kepadasiswa secara lisan. Adapun gambaran penggunaan metode ini dikemukakan Zakiyah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa .dalam metode ceramah ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa yang diceramahkan guru itu adalah benar, murid mengutip iktisar ceramah semampu murid itu sendiri dan menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan.
Sejak zaman Rasulullah metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan Rasulullah saw dalam penyampaian wahyu kepada umat. Karakteristik yang menonjol dari metode ceramah adalah peranan guru tampak lebihdominan. Sementara siswa lebih banyak pasif dan menerima apa yang disampaikan oleh guru. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw bersabda: Yang Artinya: .Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat..
Menurut M. Basyiruddin Usman, metode ceramah layak digunakan guru dimuka kelas apabila:
a.       Pesan yang akan disampaikan berupa fakta atau informasi;
b.      Jumlah siswanya terlalu banyak;
c.       Guru adalah seorang pembicara yang baik, berwibawa dan dapat merangsang siswa.

2.   Kelebihan Metode Ceramah
a.       Suasana kelas berjalan dengan tenang karena murid melakukan aktivitas yang sama, sehingga guru dapat mengawasi murid sekaligus secara komfrehensif.
b.      Tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama, dengan waktu yang singkat murid dapat menerima pelajaran sekaligus secara bersamaan.
c.       Pelajaran bisa dilaksanakan dengan cepat, karena dalam waktu yang sedikit dapat diuraikan bahan yang banyak.
d.      Melatih para pelajar untuk menggunakan pendengarannya dengan baik sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi ceramah dengan cepat dan tepat.
e.       Dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa dalam belajar;
f.       Fleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan, jika bahan banyak sedangkan waktu terbatas maka dapat dibicarakan pokok-pokok permasalahannya saja, sedangkan bila waktu masih panjang, dapat dijelaskan lebih mendetail.

3.   Kelemahan Metode Ceramah
a.       Interaksi cenderung bersifat centered (berpusat pada guru).
b.      Guru kurang dapat mengetahui dengan pasti sejauh mana siswa telah menguasai bahan ceramah.
c.       Mungkin saja siswa memperoleh konsep-konsep lain yang berbeda dengan apa yang dimaksudkan guru.
d.      Siswa kurang menangkap apa yang dimaksudkan oleh guru, jika ceramah berisi istilah-istilah yang kurang/tidak dimengerti oleh siswa dan akhirnya mengarah kepada verbalisme.
e.       Tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah. Karena siswa hanya diarahkan untuk mengikuti fikiran guru.
f.       Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kecakapan dan kesempatan mengeluarkan pendapat.
g.      Guru lebih aktif sedangkan murid bersikap pasif.
h.      Bila guru menyampaikan bahan sebanyak-banyaknya dalam waktu yang terbatas, menimbulkan kesan pemompaan atau pemaksaan terhadap kempuan penerimaan siswa.
i.        Cenderung membosankan dan perhatian siswa berkurang, kerena guru kurang memperhatikan faktor-faktor psikologis siswa, sehingga bahan yang dijelaskan menjadi kabur.10

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut seorang guru harus mengusahakan hal-hal sebagai berikut:
a.       Untuk menghilangkan kesalahpahaman siswa terhadap materi yang diberikan, hendaknya diberi penjelasan beserta keterangan-keterangan, gerak-gerik, dan contoh yang memadai dan bila perlu hendaknya menggunakan media yang refresentatif.
b.      Selingilah metode ceramah dengan metode lainnya untuk menghilangkan kebosanan peserta didik.
c.       Susunlah ceramah secara sistematis.
d.      Mengulang kata atau istilah-istilah yang digunakan secara jelas, dapat membantu siswa yang kurang atau lambat kemampuan dan daya tangkapnya.
e.       Carilah umpan balik sebanyak mungkin sewaktu ceramah berlangsung.

 B.     Metode Dikusi
1.   Pengertian Metode Diski
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan metode diskusi adalah .Cara belajar atau mengajar yang melakukan tukar pikiran antara murid dengan guru, murid dengan murid sebagai peserta diskusi..12 Namun tidak semua kegiatan bertukar pikiran dapat dikatakan berdiskusi. Menurut Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. diskusi pada dasarnyaadalah .Suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah.[5] Sedangkan menurut Zuhairini dkk., yang diaksud metode diskusi ..ialah suatu metode didalam mempelajaribahan atau menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehinggaberakibat menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid.[6]
Dari beberapa pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode diskusi ialah suatu cara penyampaian materi pelajaran dengan jalan bertukarpikiran atau mendiskusikannya, baik antara guru dengan siswa ataupun sesama siswa.
Seiring dengan itu, metode diskusi berfungsi untuk merangsang murid berpikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai persoalan-persoalan yang kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban atau suatu cara saja, tetapi memerlukan wawasan/ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan terbaik (alternatif terbaik).
Dari beberapa jawaban atau jalan keluar yang ada bagaimana mendapatkan jawaban yang paling tepat untuk mendekati kebenaran sesuai dengan ilmu yang ada pada kita. Jadi, metode diskusi tidak hanya percakapan atau debat, melainkan carauntuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang dihadapi.
  
2.   Kelebihan Metode Diskusi
a.   Menurut Armai Arief, di dalam bukunya Pengatar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), disebutkan bahwa diantara keunggulan metode diskusi adalah antara lain:
b.   Suasana kelas lebih hidup, sebab siswa mengarahkan perhatian atau pikirannya kepada masalah yang sedang didiskusikan.
c.   Dapat menaikan prestasi kepribadian individu, seperti: sikap toleransi, demokrasi, berpikir kritis, sistematis, sabar dan sebagainya.
d.   Kesimpulan hasil diskusi mudah dipahami siswa, karena mereka mengikuti proses berpikir sebelum sampai kepada suatu kesimpulan.
e.    Siswa dilatih belajar untuk mematuhi peraturan-peraturan dan tata tertib layaknya dalam suatu musyawarah.
f.       Membantu murid untuk mengambil keputusan yang lebih baik.
g.      Tidak terjebak kedalam pikiran individu yang kadang-kadang salah, penuh prasangka dan sempit. Dengan diskusi seseorang dapat mempertimbangkan alasan-alasan/pikiran-pikiran orang lain.

3.   Kelemahan Metode Diskusi
Menurut Roetiyah N.K., di dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar disebutkan bahwa kekuarangan penggunaan metode diskusi antara lain:
a.    Kadang-kadang bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah yang dipecahkan, bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
b.      Dalam diskusi menghendaki pembuktian logis, yang tidak terlepas dari faktafakta; dan tidak merupakan jawaban yang hanya dugaan atau coba-coba saja.
c.       Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.
d.      Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.[7]

Kelemahan lain dalam metode diskusi adalah kadang-kadang ada siswa yang memonopoli pembicaraan, dan ada pula siswa yang pasif dan tidak acuh. Dalam hal demikian guru hendaknya memperhatikan dan memberi motivasi kepada siswa supaya seluruh siswa ikut serta dalam diskusi. Untuk mengatasi kelemahan atau segi negatif dari metode ini, maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Pimpinan diskusi diberikan kepada murid dan diatur secara bergiliran.
b.      Pimpinan diskusi yang diberikan kepada murid, perlu bimbingan dari guru.
c.       Guru mengusahakan supaya seluruh siswa ikut berpartisipasi dalam diskusi.
d.      Mengusahakan supaya semua siswa mendapat giliran berbicara, sementara siswa lain belajar mendengarkan pendapat temannya.
e.       Mengoptimalkan waktu yang ada untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

C.    Pelajaran Aqidah Akhlak
1.      Pengertian Pelajaran Aqidah akhlak
Pelajaran aqidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yangdiajarkan disekolah formal dan merupakan rumpun mata pelajaran PendidikanAgama Islam (PAI). Secara etimologi (bahasa) kata .aqidah akhlak. terdiri daridua kata .aqidah. dan .akhlak.. Kata aqidah berasal dari bahasa Arab yang berarti kepercayaan atau keyakinan.[8]
Sedangkan secara terminologi (istilah) aqidah berarti segala keyakinan yang ditetapkan oleh Islam yang disertai oleh dalil-dalil yang pasti.[9]  Hal-hal yang termasuk di dalam pembahasan aqidah yaitu tentang Tuhan dan segala sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengan alam semesta, seperti terjadinya alam.
Adapun pengertian akhlak secara etimologi adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata yang berasal dari kata dengan bentuk jamaknya yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi.at.[10] Ibnu Athir menjelaskan bahwa hakekat makna itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (jiwa dan sifatnya) sedangkan merupakan gambaran bentuk luasnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya).[11]
Secara terminologi ada beberapa definisi akhlak yang telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
a.       Imam Ghozali
.Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[12]
b.      Ibnu Miskawaih
.Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.[13]
c.        Abu Bakar Aceh
.Akhlak adalah suatu sikap yang digerakan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan manusia baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia serta terhadap diri sendiri.24 Melihat pengertian aqidah akhlak yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelajaran aqidah akhlak merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah formal dan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang didalamnya mencakup persoalan keimanan dan budi pekerti yang dapat mengembangkan kepribadian peserta didik.[14]

2.      Tujuan Pelajaran Aqidah Akhlak
Aqidah akhlak merupakan salah satu bidang studi dalam pendidikan agama Islam. Maka tujuan umum pendidikan aqidah akhlak sesuai dengan tujuan umum pendidikan agama Islam. Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, tujuan umum pendidikan agama Islam adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan peserta didik ke jalan yang mengacu pada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepadaNya.[15]  Hal ini sesuai dengan firman Allah, yang Artinya : .Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supayamereka mengabdi kepada-Ku.. (Q.S. Adz-Dzariyat : 56).
Sedangkan tujuan khusus pelajaran aqidah akhlak menurut Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam adalah sebagai berikut:
Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaanya kepada Allah swt seta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.[16]
Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa tujuan pelajaran aqidah akhlak searah dengan tujuan nasional yaitu: .Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.[17]

3.      Ruang Lingkup Pelajaran Aqidah Akhlak
Ruang lingkup pelajaran aqidah akhlak yang terdapat di madrasah aliyah memiliki isi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan peserta didik untuk dapat memahami rukun iman secara ilmiah serta pengalaman dan pembiasaan berakhlak Islami, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang berikutnya.
Adapun ruang lingkup pelajaran aqidah akhlak di dalam kurikulum 2004 untuk madrasah aliyah ada tiga aspek, yaitu:

a.       Aspek Aqidah
Aspek aqidah ini meliputi sub-sub aspek: kebenaran aqidah Islam, hubungan aqidah, akhlak, ke-Esaan Allah swt, Allah Maha Pemberi Rizki, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun dan Penyantun, Maha Benar dan Maha.[18] Adil.Dari beberapa sub aqidah ini tentu saja dengan menggunakan argumen dalil-dalil aqli dan naqli. Selain itu juga meyakini bahwa, .Muhammad saw adalah rosul terakhir, meyakini kebenaran Al-Qur.an dengan dalil aqli dan naqli. Meyakini qodlo dan qodar, hubungan usaha dan do.a, hubungan prilaku manusia dengan terjadinya bencana alam.[19]

b.      Aspek Akhlak
Adapun yang menjadi aspek akhlak diantaranya: .Beradab secara Islam dalam bemusyawarah untuk membangun demokrasi, berakhlak terpuji kepada orang tua, guru, ulil amri, dan waliyullah.[20] Hal ini memiliki tujuan untuk memperkokoh integrasi dan kredibilitas pribadi, memperkokoh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bersedia melanjutkan misi utama rosul dalam membawa perdamaian, terbiasa menghindari akhlak tercela yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara seperti membunuh, merampok, mencuri, menyebar fitnah, membuat kekerasan, mengkonsumsi atau mengedarkan narkoba dan malas bekerja.

c.       Aspek Kisah Keteladanan
Aspek kisah keteladanan diantaranya mengapresiasi dan meneladani sifat dan prilaku sahabat utama Rosulullah saw dengan landasan agama yang kuat.[21] Ketiga  aspek diatas merupakan bagian dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam yang bersumber dari Al-Qur.an dan Al-Hadits. Oleh karena itu diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan memiliki akhlak yang mulia sebagaimana akhlak para nabi dan rosul.
  
  
BAB III
ANALISIS

A.    HASILPENELITIAN
DI MA MINAT KESUGIHAN CILACAP
KELAS XI
Untuk melaksanakan tugas guna meningkatkan proses belajar mengajar, guru mempunyai kedudukan sebagi figure sentral. Di tangan para gurulah berhasil atau tidaknya pencapaian maksimal pada proses belajar mengajar di sekolah, serta pada tangan merekalah masa depan karier peserta didik yang menjadi tumpuan orang tuanya serata bangsa Indonesia ini.
Agar guru mampu menjalankan tugasnya dengan baik, hendaknya seorang guru memahami dan menguasai komponen-komponen dalam mengajar, komponen tersebut adalah:
a.    Guru harus berusaha mengembangkan diri peserta didiknya seoptimal mungkin melalui berbagai kegiatan (belajar) guna mencapai tujuan yang sesuai dengan tahapan perkembangan yang dijalaninya.
b.   Tujuan (yaitu apa yang diharapkan) yang merupakan seperangkat tugas atau tuntutan serta kebutuhan yang harus dipenuhi dan system nilai yang harus tampak pada prilaku dan merupakan karakteristik, kpribadian peserta didik (seperti yang ditetapkan oleh peserta didik, guru, atau masyarakat) yang seyogyanya harus diterjemahkan kedalam berbagai bentuk kegiatan.
c.    Guru yang selalu selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat sehingga memungkinkan terjadinaya proses pengalaman belajar pada diri peserta didik dengan mengerahkan segala sumber dan menggunakan starategi belajar mengajar yang tepat.[22]
Sebagi suatu proses pengaturan kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari cirri-ciri tertentu yang menurut Edi Suwardi sebagi berikut:
1.   Belajar mengajar memiliki tujuan yakni membentuk anak didik dalam perkembangan tertentu, inilah yang dimaksud dengan belajar mengajar yang sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagi pusat perhatian. Anak didik mempunyai tujuan, sedangkan unsure lainya sebagi pengantar dan pendukung.[23]
2.   Ada suatu suatu prosedur (jalan interaksi) yang direncanakan, di desain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakuakan dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relavan. Untuk mencapi tujuan yang satu dengan yang lain mungkin akan membutuhkan prosedur atau desain yang berbeda pula.
3.   Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan suatu penggarapan yang khusus dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen yang lain, apabila komponen anak didik juga merupakan sentral.
4.   Di tandai dengan aktifitas anak didik. Sebagi konsekwensi, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktifitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental, aktif.
5.   Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagi fasilitator. Dalam perananya sebagai fasilitatot, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motifasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif, guru harus siap sebagi mediator dalam situasi belajr mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang ditiru tingkah lakunya oleh anak didik, guru (akan lebih baik bersama anak didik)
6.   Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan duatu kedisiplinan. Disiplplin dalam kegiatan belajr mengajar ini diarikan sebagi suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar. Mekanisme kontrak dari ketaatan dari ketentuan atau tata tertib itu akan terlihat dari pelaksanaan prosedur, jadi, langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indicator pelanggaran disiplin.[24]
7.   Ada batas waktu, untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam system berkelas (kelompok anak didik), batas waktu menjadi sebuah cirri yang tidak bias ditinggalkan setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai.
8.   Evaluasi dari seluruh kegiatan diatas, masa;ah evaluasi adalah bagian penting yang bias diabaikan setelah guru melakuakan hal yang untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang sudah ditentukan.[25]
Dari hasil obsevasi yang telah kami lakukan dapat kami paparkan beberapa hal sebagi berikut:
Guru lebih banyak menyampaikan informasi (cramah) atau keterangan yang ada pada buku panduan (sumber buku), padahal tugas utama guru adalah: mengelola proses belajar dalam satu lingkungan tertentu, yaitu sekolah, maka dari itu seorang guru harus mempunyai sekil dan pengalaman serat SDM, akan tetapi, mungkin karna di karnakan factor keterbatasan waktu atau karna siswa yang tidak menjalankan kontarak belajar yang telah dibuat, serta kurangnya sangsi tegas bagi yang melangga idikator kedisiplinan, sehingga siswa yang seharusnya satu ruangan itu berisi 30 siswa namun karna dirasa system yang ada kurang begitu diperketat sehingga yang hadir hanya setengahnya saja, jadi dalam penyampaian proses belajar mengajar kurang maksimal bahkan bias dikatakan tidak maksimal.
Nah untuk pemanfaatan media pembelajaran seperti halnya papan tulis itupun tidak berfungsi sebagi mana mestinya dan selayaknya papan tulis, kecuali untuk materi-materi tertentu, padahal pada hakekatnya seorang guru harus memakai media pendidikan sebagai alat bantu utama untuk menunjang keberhasilan belajar mengajar dan pengaplikasian metode-metode yang dipakainya dengan daya guna media pendidikan.

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


A. Pendahuluan

Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya                 diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.

2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.

3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.

4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.

5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.

Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.

Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dari segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.

Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.

Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.

Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.

Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah :

“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”


Dan Hadis dari Nabi SAW :

“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”

Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :

1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.

2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.

3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.

Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.

Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.

Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.

Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.

Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :

1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.

2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.

3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya

Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya

Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.

C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.

D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :

1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.

2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.

3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.

4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.

5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.

E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam

Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :

Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.

Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.

Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.

Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.

F. Penutup.

Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.

Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.

Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.

Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.

February 10, 2013

Prinsip Metodologi


Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri Ilmiah. Metodologi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat. Jika kita membicarakan metodologi maka hal yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah pendirian atau sikap yang akan dikembangkan para ilmuwan maupun peneliti di dalam kegiatan ilmiah mereka.

Beberapa prinsip metodologi oleh beberapa ahli, diantaranya:
A. Rene Descartes
Dalam karyanya Discourse On Methoda, dikemukakan 6 (enam ) prinsip metodologi yaitu:
Membicarakan masalah ilmu pengetahuan diawali dengan menyebutkan akal sehat (common sense) yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang. Akal sehat menurut Descartes ada yang kurang, adapula yang lebih banyak memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivitas ilmiah maupun penelitian. Descartes mengajukan 4 (empat) langkah atau aturan yang dapat mendukung metode yang dimaksud yaitu: (1) Jangan pernah menerima baik apa saja sebagai yang benar, jika anda tidak mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya. Artinya, dengan cermat hindari kesimpulan-kesimpulan dan pra konsepsi yang terburu-buru dan jangan memasukkan apapun ke dalam pertimbangan anda lebih dari pada yang terpapar dengan begitu jelas sehingga tidak perlu diragukan lagi, (2) Pecahkanlah setiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan sebanyak yang dapat dilakukan untuk  mempermudah penyelesaiannya secara lebih baik.(3) Arahkan pemikiran anda secara jernih dan tertib, mulai dari objek yang paling sederhana dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi sedikit, setahap demi setahap ke pengetahuan yang paling kompleks, dan dengan mengandaikan sesuatu urutan bahkan diantara objek yang sebelum itu tidak mempunyai ketertiban baru. (4) Buatlah penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap mungkin, dan adakan tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga anda dapat merasa pasti tidak suatu pun yang ketinggalan. (5)Langkah yang digambarkan Descartes ini menggambarkan suatu sikap skeptis metodis dalam memperoleh kebenaran yang pasti.

Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode sebagai berikut: (1) Mematuhi undang-undang dan adat istiadat negeri, sambil berpegang pada agama yang diajarkan sejak masa kanak-kanak. (2) Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan maupun yang paling meragukan. (3) Berusaha lebih mengubah diri sendiri dari pada merombak tatanan dunia.
Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acap kali terkecoh oleh indera. Kita memang dapat membayangkan diri kita tidak berubah namun kita tidak dapat membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat menyangsikan kebenaran pendapat lain. Oleh karena itu, kita dapat saja meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin meragukan kita sendiri yang sedang dalam keadaan ragu-ragu.

Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua substansi yaitu RESCOGITANS (jiwa bernalar) dan RES-EXTENSA (jasmani yang meluas). Tubuh (Res-Extensa) diibaratkan dengan mesin yang tentunya karena ciptaan Tuhan, maka tertata lebih baik. Atas ketergantungan antara dua kodrat ialah jiwa bernalar dan kodrat jasmani. Jiwa secara kodrat tidak mungkin mati bersama dengan tubuh. Jiwa manusia itu abadi.

B. Alfred Julesayer
Dalam karyanya yang berjudul Language, Truth and Logic yang terkait dengan prinsip metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua jenis verifikasi yaitu:
Verifikasi dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana kebenaran suatu proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara meyakinkan.
Verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka kemungkinan untuk menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan ramalan masa depan sebagai pernyataan yang mengandung makna.
Ayer menampik kekuatiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-pernyataan metafisika (termasuk etika theologi) merupakan pernyataan yang MEANING LESS (tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi apapun
  
C. Karl Raimund Popper
K.R. Popper seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip verifikasi berupa sifat pembenaran (justification) terhadap teori yang telah ada. K.R. Popper mengajukan prinsip verifikasi sebagai berikut:
Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir.
Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori lain yang lebih tepat.
Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan (observasi) secara teliti gejala (simpton) yang sedang diselidiki. Pengamatan yang berulang -ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang dirumuskan menjadi hipotesa. Selanjutnya hipotesa itu dikukuhkan dengan cara menemukan bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya. Hipotesa yang berhasil dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum. K.R. Popper menolak cara kerja di atas, terutama pada asas verifiabilitas, bahwa sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti verifikasi pengamatan empiris.

K.R Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip FALSIFA BILITAS, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya sebuah hipotesa, hukum, ataukah teori kebenarannya bersifat sementara, sejauh belum ada ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Misalnya, jika ada pernyataan bahwa semua angsa berbulu putih melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor angsa yang bukan berbulu putih (entah hitam, kuning, hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah pernyataan tersebut. Namun apabila suatu hipotesa dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesa tersebut semakin diperkokoh (CORROBORATION). 

February 05, 2013

Penelitian Kuantitatif New



1. Definisi Penelitian Kuantitatif

Kasiram (2008: 149) dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, mendefinisikan penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.

2. Asumsi Penelitian Kuantitatif

Penelitian kuantitatif didasarkan pada asumsi sebagai berikut (Nana Sudjana dan Ibrahim, 2001; Del Siegle, 2005, dan Johnson, 2005).
a. Bahwa realitas yang menjadi sasaran penelitian berdimensi tunggal, fragmental, dan cenderung bersifat tetap sehingga dapat diprediksi.
b. Variabel dapat diidentifikasi dan diukur dengan alat-alat yang objektif dan baku.

3. Karakeristik Penelitian Kuantitatif

Karakteristik penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut (Nana Sudjana dan Ibrahim, 2001 : 6-7; Suharsimi Arikunto, 2002 : 11; Johnson, 2005; dan Kasiram 2008: 149-150) :
a. Menggunakan pola berpikir deduktif (rasional – empiris atau top-down), yang berusaha memahami suatu fenomena dengan cara menggunakan konsep-konsep yang umum untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang bersifat khusus.
b. Logika yang dipakai adalah logika positivistik dan menghundari hal-hal yang bersifat subjektif.
c. Proses penelitian mengikuti prosedur yang telah direncanakan.
d. Tujuan dari penelitian kuantitatif adalah untuk menyususun ilmu nomotetik yaitu ilmu yang berupaya membuat hokum-hukum dari generalisasinya.

e. Subjek yang diteliti, data yang dikumpulkan, dan sumber data yang dibutuhkan, serta alat pengumpul data yang dipakai sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.
f. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran dengan mengguna-kan alat yang objektif dan baku.
g. Melibatkan penghitungan angka atau kuantifikasi data.
h. Peneliti menempatkan diri secara terpisah dengan objek penelitian, dalam arti dirinya tidak terlibat secara emosional dengan subjek penelitian.
i. Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul.
j. Dalam analisis data, peneliti dituntut memahami teknik-teknik statistik.
k. Hasil penelitian berupa generalisasi dan prediksi, lepas dari konteks waktu dan situasi.
l. Penelitian kuantitatif disebut juga penelitian ilmiah

3. Prosedur Penelitian Kuantitatif

Penelitian kuantitatif pelaksanaannya berdasarkan prosedur yang telah direncanakan sebelumnya. Adapun prosedur penelitian kuantitatif terdiri dari tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut.
a. Identifikasi permasalahan
b. Studi literatur.
c. Pengembangan kerangka konsep
d. Identifikasi dan definisi variabelhipotesis, dan pertanyaan penelitian.
e. Pengembangan disain penelitian.
f. Teknik sampling.
g. Pengumpulan dan kuantifikasi data.
h. Analisis data.
i. Interpretasi dan komunikasi hasil penelitian.

4. Tipe-tipe Penelitian Kuantitatif

Dalam melakukan penelitian, peneliti dapat menggunakan metoda dan rancangan (design) tertentu dengan mempertimbangkan tujuan penelitian dan sifat masalah yang dihadapi. Berdasarkan sifat-sifat permasalahannya, penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut (Suryabrata, 2000 : 15 dan Sudarwan Danim dan Darwis, 2003 : 69 – 78).
a. Penelitian deskriptif
b. Penelitian korelational
c. Penelitian kausal komparatif
d. Penelitian tindakan
e. Penelitian perkembangan

5. Metode Penelitian Kuantitatif

Metode yang dipergunakan dalam penelitian kuantitatif, khusunya kuantitatif analitik adalah metode deduktif. Dalam metoda ini teori ilmiah yang telah diterima kebenarannya dijadikan acuan dalam mencari kebenaran selanjutnya.

Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik (2000: 6) menyatakan bahwa pada dasarnya metoda ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan : a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut; dan c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual.

Selanjutnya Jujun menyatakan bahwa kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikatif ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Suriasumantri, 2005 : 127-128).
a) Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b) Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c) Perumusan hipotesis  yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.

d) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis  yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.
e) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Langkah-langkah atau prosedur penelitian tersebut kemudian oleh Jujun S. Suriasumantri divisualisasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:


Sumber : http://statistikian.blogspot.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...