Seperti yang kita ketahui, pendidikan Islam
bertujuan unuk mencapai tujuan akhir. Tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya
kepribadian muslim. Yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya
merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam. Menurut Drs. Ahmad D. Marimba,
aspek-aspek kepribadian itu dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : Aspek kejasmanian, aspek kejiwaan dan aspek
kerohanian. [1]Aspek kepribadian tersebut dinyatakan o;eh
Nurcholish Madjid pada tawhid sebagai pokok ajaran Islam.
Tawhid sebagai pokok ajaran Islam ialah sikap pasrah
kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Tanpa sikap pasrah itu suatu keyakinan
keagamaan akan tidak memiliki kesejatian. Maka agama yang benar di sisi Tuhan
Yang Maha Esa ialah sikap pasrah yang tulus kepada-Nya itu, yaitu dalam istilah
al-Qur’an, al-Islam.[2]
Pendidikan
menurut Nurcholish Madjid diarahkan pada sikap pasrah kepada Allah. Dari sikap pasrah kepada Allah, manusia secara pribadi
diajarkan bahwa segala kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali
kepada-Nya. Dan semua yang diberikan oleh Tuhan merupakan suatu amanat yang
nantinya akan dimintai pertanggung jawabannya secara pribadi dihadapan-Nya.
Setiap pribadi harus menyadari bahwa tidak ada sedikit
pun kemungkinan baginya mendelegasikan pertanggung jawaban itu kepada orang
lain, termasuk kepada orang tua, anak, kawan, dan pemimpin. Ini merupakan
pangkal makna kemasyrakatan keyakinan agama atau iman. Sebab sikap pribadi yang
penuh tangung jawab kepada Allah akakn dengan sendirinya melimpah dan mewujud
nyata dalam sikap penuh tanggung jawab sesama manusia atau masyarakat, bahkan
kepada seluruh makhluk.[3]
Dari sikap pasrah yang tulus kepada Allah tersebut
menghasilkan salam yang berartikan
kedamaian. Sikap salam merupakan kelanjutan sikap rela (ridlo) kepada Allah
atas segala keputusan-Nya yang telah terjadi pada hisup kita, hamba-Nya, serta
kelanjutan sikap bersandar (tawaqul, “tawakal”) kepada-Nya atas usaha dan ikhtiar
kita untuk kehidupan di masa mendatang. Dengan sikap rela kepada Allah itu maka
kedamaian atau salam itu menjadi
sempurna.[4]
Sikap salam di
atas dalam makna kemasyarakatan bertumpu pada pembinaan kesentosaan (salamah) jiwa pribadi. Sebagai pusat
atau inti kepribadian seseorang, jiwa dengan segala kualitas yang dipunyainya
tentu akan menyatakan diri dalam tingkah laku lahiriah. Apalagi jika suatu
kesentosaan batin adalah suatu kebaikan tidak berada dalam suatu kevakuman (melainkan
ada dalam konteks interaksi antara sesama manusia dan bahkan sesama ciptaan
Tuhan dalam arti seluas-luasnya), maka perolehan spiritual pribadi akibat
adanya iman yang benar, sikap pasrah yang tulus (al-Islam), ridlo dan tawakal kepada Allah serta ingat (dzikir) kepad-Nya, tidak bisa tidak
melahirkan berbagai konsekuensi tingkah laku mewujud dalam kerangka kehidupan
sosial.[5]
Semua sikap di atas merupakan harapan bagi terwujudnya
pribadi yang mempunyai tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah, yang merupakan
suatu wujud dari amal saleh. Dalam arti yang seluas-luasnya, amal saleh ialah
setiap tingkah laku pribadi yang menunjang usaha mewujudkan tatanan hidup
sosial yang teratur dan berkesopanan. Maka salah satu yang diharapkan dari
adanya iman dalam dada (pribadi) ialah wujud nyata dalam tindakan yang
berdimensi sosial. Tanpa wujud nyata itu maka suatu pengakuan keimanan harus diletakan
dalam pertanyaan besar tingkat kesejatiannya.[6]
Dimensi sosial keimanan itu juga dinyatakan dalam
berbagai ungkapan yang lain. Salah satunya ialah ungkapan islah (usaha perbaikan, reform),
khususnya dalam suatu rangkaian, ungkapan islah
al-ardl (baca: islahul ardl, “reformasi dunia”, yakni usaha perbaikan
tempat hidup manusia). Secara historis, tampilnya para nabi memang selalu
ditandai oleh perjuangan melancarkan reformasi dunia, dengan perjuangan melawan
kezaliman sebagai salah satu wujudnya yang paling menonjol.[7]
Pendidikan Islam yang pokok ajarannya berpangkal pada
tawhid, yang telah di jabarkan di atas oleh Nurcholish Madjid merupakan suatu
upaya untuk mewujudkan tatanan hidup masyrakat yang bernuansakan ketuhanan yang
penuh dengan kedamaian dan sikap kebersamaan terhadap sesama yang berujung pada
sikap-sikap pasrah kepada Allah sebagai wujud al-Islam, sikap penuh dengan kedamaian dan kerelaan yang merupakan
wujud dari sikap salam dan sikap
perubahan diri ke-arah perbaikan dalam kehidupan masyarakat dengan wujud islah di dalamnya.
Demikian itu pemikiran Nurcholish Madjid terhadap
pendidikan Islam, bagaimana pendidikan tersebut dapat di arahkan pada realisasi
ajaran-ajaran Islam yang pada dasarnya bukan hanya dalam segi ubudiyah saja
pendidikan Islam itu berjalan, melainkan juga dalam segi asasi. Seperti yang
telah dijelaskan di atas tentang ajaran yang bersifat asasi tersebut pembahasannya
meliputi tiga masalah utama yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, dan kealaman.
NIce share kang
ReplyDelete