Denkluk (Kiri) dan Chutik (Kanan) |
MENANTANG, Untuk menaklukan medan yang berat, seorang pemanjat tebing harus
menguasai teknik dan butuh persiapan fisik. Di Indonesia panjat tebing/dinding
terus diminati. Bahkan, aktivitas ini telah menjadi tren sekaligus olahraga
tantangan yang didominasi generasi muda. Persiapan apa saja yang
diperlukan?
KETINGGIAN dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan oleh sebagian besar masyarakat. Namun, penggila panjat tebing/ dinding (rock climbing) menganggap ketinggian merupakan sesuatu yang dapat dijadikan objek untuk merangsang adrenalin mereka melalui aktivitas memanjat.
Anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) Divisi Rock Climbing Dadang Sukandar mengungkapkan, panjat tebing merupakan bagian dari pendakian gunung (mountaineering). Mountaineering mengharuskan pendaki menaiki dan menuruni perbukitan.
Semakin tinggi jalur pendakian, semakin curam juga tebing yang harus didaki.Secara otomatis,dia menuturkan, dibutuhkan pula teknik-teknik yang lebih spesifik, salah satunya adalah teknik memanjat. Panjat tebing dapat diartikan sebagai pendakian pada tebing-tebing batu atau dinding karang yang membutuhkan peralatan, teknik, dan metode- metode tertentu.
Pada perkembangannya, aktivitas ini terbagi dua. Dadang menjelaskan, dilihat dari kategorinya, aktivitas memanjat dapat dibagi dua bagian, yakni panjat tebing (adventure climbing) dan panjat dinding (sport climbing). Adventure climbing merupakan aktivitas yang dilakukan dengan tujuan untuk pertualangan. Media aktivitasnya meliputi tebing-tebing di alam terbuka.
Adapun sport climbing dilakukan di media dinding atau papan buatan. Aktivitas ini biasanya dilakukan untuk menjaga stamina dan kebugaran tubuh dan lebih sering dikompetisikan. Bukan berarti adventure climbing tidak bertujuan untuk menjaga stamina tubuh. Terlepas dari teknik dan metodenya,dibandingkan panjat tebing, memanjat dinding buatan relatif lebih mudah.
Dinding buatan biasanya didirikan di lokasi-lokasi keramaian, seperti kampus, mal atau pusat olahraga. Kondisi ini berbeda dengan panjat tebing, seorang pemanjat harus melakukan perjalanan panjang untuk mencapai kaki tebing sebelum melakukan pemanjatan. Tak jarang, base camp pemanjatan harus dicapai setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari. Terlepas dari perbedaan di atas, baik panjat tebing maupun panjat dinding telah menjadi aktivitas yang populer di masyarakat, khususnya kalangan remaja.
Bagi generasi muda, aktivitas ini merupakan kegiatan positif dan konstruktif. Melalui kegiatan ini,kita dapat menggali seperangkat nilai positif yang berpotensi untuk dikembangkan, antara lain pembentukan watak dan karakter, kepribadian, memupuk jiwa sportif, dan penuh semangat juang, serta sebagai sarana alternatif untuk penyaluran bakat dan prestasi.
Selain itu, aktivitas ini juga baik untuk terapi khusus bagi mereka yang selama ini takut terhadap ketinggian. Dengan berlatih, lambat laun ketakutan akan ketinggian sedikit demi sedikit dapat dihilangkan. Ukuran kesuksesan panjat tebing/dinding ini adalah berhasil mencapai puncak tanpa terjatuh.
Namun “seni” panjat tebing/dinding ini adalah menyelesaikan masalah di saat pemanjat menempatkan tubuh, mencengkeram pegangan, dan memijakkan kakinya agar tidak terjatuh. Jika aliran gerak tubuh ini meliuk lancar, maka mereka yang di bawah akan melihatnya sebagai suatu tarian vertikal yang seakan menentang gaya tarik bumi.
Butuh Persiapan Fisik dan Mental
Semua orang bisa saja melakukan olahraga menantang ini. Tidak ada syarat khusus bagi seorang pemanjat.Meski demikian, sebagai aktivitas yang ekstrem dan penuh tantangan, panjat tebing atau panjat dinding memerlukan keberanian, keterampilan, persiapan mental, dan fisik yang prima.Tanpa mental yang baik, seseorang tidak dapat menikmati pencapaian di ketinggian yang antigravitasi ini.
Anggota Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Bogor Wahyu Indrawan mengatakan, secara umum ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan panjat tebing/ dinding. Pertama adalah perlunya latihan yang dilakukan secara rutin. Kedua, penguasaan medan dan perlengkapan. ”Seperti halnya olahraga lainnya, panjat tebing juga memerlukan persiapan fisik, selain mental,” ungkap Wahyu. Fisik yang tidak prima akan menghambat proses pemanjatan.
Agar pemanjatan berjalan sukses, seorang pemanjat tebing perlu latihan agar stamina dapat tetap terjaga. Aktivitas ini tidak hanya bertumpu pada bagian kaki dan tangan. Seluruh otot yang terdapat di dalam tubuh akan bekerja sama beratnya dengan otot-otot kaki dan tangan. Persiapan fisik terbaik adalah melakukan angkat badan. Sebelumnya perlu juga dilakukan lari-lari kecil dan senam untuk memperkuat jantung dan paru-paru.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah melatih otot jari dan lengan, otot pundak dan pangkal lengan. Karena kunci kesuksesan pemanjat dalam menyelesaikan jalur tanpa jatuh adalah kekuatan jari mencengkeram pegangan. Selain mengandalkan kekuatan fisik dan otot, aktivitas ini juga memerlukan strategi. Di dalam menyelesaikan satu rute pemanjatan, diperlukan otak untuk mengatur strategi agar puncak lebih mudah dan lebih cepat diraih.
Selain persiapan fisik dan latihan,Wahyu menambahkan, hal lain yang perlu diperhatikan sebelum memanjat adalah perlu mengetahui karakteristik tebing atau dinding tersebut sebagai jalur pemanjatan. ”Cari informasi, apakah jalur itu sudah pernah dipanjat atau belum,tingkat kesulitannya seperti apa, karena hal ini akan berpengaruh pada peralatan yang dibawa. Jika jalur tersebut belum pernah dipanjat, tentunya memerlukan peralatan yang lebih spesifik lagi,” ungkapnya.
Berkembang Bersama Pendakian Gunung
ImagePANJAT tebing atau panjat dinding tak lepas dari kegiatan pendakian gunung (mountaineering). Di saat mereka mencapai ketinggian tertentu, maka akan dibutuhkan teknikteknik pendakian khusus dengan cara memanjat.
Kegiatan mendaki gunung yang dibarengi teknik memanjat sebenarnya telah dilakukan manusia sejak berabad-abad lalu. Sejarah mencatat ketika pada 1786 Dr Paccard berhasil mencapai puncak Mount Blanc (4.087 meter dpl). Pada masa itu pendakian dan panjat tebing sudah menjadi hobi atau olahraga.
Selanjutnya, puncak-puncak pegunungan Alpen yang dikenal sebagai puncak yang hanya dapat didaki mempergunakan teknik- teknik memanjat tebing, mulai didaki orang. Hingga akhirnya, Edmunt Hillary dan Tenzing Norgay dalam suatu ekspedisi yang dipimpin John Hunt pada 1953 berhasil memuncaki Everest, sebuah puncak yang menjadi impian para pendaki di dunia.
Untuk mencapai puncak,mereka harus memanjat tebing. Sama halnya di Indonesia, panjat tebing seiring dengan berkembangnya teknik mendaki. Klub Gladian Pencinta Alam pada sekitar 1975 melakukan pertemuan dengan para pencinta alam di Gunung Citatah, Padalarang, Jawa Barat, mulai mengajarkan teknik panjat dan turun tebing.
Satu tahun kemudian, seorang mahasiswa Seni Rupa ITB Harry Suliztiarto memperkenalkan panjat tebing di tempat yang sama. Kegiatan ini kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya organisasi alam bebas yang mengkhususkan pada kegiatan memanjat. Bersama tiga rekan sesama mahasiswa ITB, ia mendirikan Skygers Amateur Rock Climbing Group.
Seiring perkembangannya, Skygers mulai membuka kursus panjat tebing yang disambut antusiasme para pemanjat dari berbagai provinsi dan berhasil menyebarluaskan olahraga panjat tebing di Indonesia. Pada 1980 panjat tebing memasuki era baru, pada masa ini kegiatan ini bukan lagi bersifat petualangan, tetapi telah menjadi olahraga prestasi. Perkembangan ini dimulai saat digelar lomba panjat tebing alam di tebing Pantai Jimbaran, Bali, pada 1987.
Kemudian pada 1988,empat pemanjat asal Prancis memperkenalkan panjat tebing buatan (wall climbing) di Indonesia, yang didukung dan diprakarsai oleh Menpora dan Kedutaan Besar Prancis untuk Indonesia. Pada kesempatan tersebut dibentuk pula wadah sebagai tempat menyalurkan aspirasi dan hobi kegiatan panjat tebing di Indonesia, dengan nama Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI). Ketuanya adalah Harry Suliztiarto– pemanjat legendaris yang sempat merayapi atap Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pada 1990, untuk pertama kalinya diadakan lomba panjat dinding buatan, dengan tinggi papan 15 meter yang menjadi awal sejarah dimulainya lomba panjat tebing buatan di Indonesia sampai saat ini. Sejak persentuhan tersebut, panjat dinding terus berkembang. Tiap tahun popularitasnya menunjukkan grafik yang menaik.
Dari Pulau Jawa, kegiatan ini menyebar ke berbagai daerah. Pada 1991, digelar kejuaraan nasional panjat dinding yang pertama di Padang, Sumatera Barat. Sebelumnya ada kejuaraan dan diikuti pemanjat se-Indonesia, tetapi julukannya belum lagi kejuaraan nasional dan diselenggarakan di Jawa dan Bali saja.
Menyiasati Peralatan Mahal
ImageUNTUK melakukan hobi ini diperlukan beberapa peralatan khusus yang wajib dipakai selama pemanjatan. Anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) Divisi Rock Climbing Dadang Sukandar mengatakan, peralatan wajib yang diperlukan adalah tali kermantle, pasak atau paku tebing, sisi pegas, figure of 8 (descender), Gri-gri, carabiner screw gate, carabiner gate, carabiner bent gate, serta runner (dua carabiner gate dan bent gate yang disatukan dengan memakai quickdraw sling).
Namun, untuk para pemanjat pemula, alatalat tersebut tidak semuanya harus dimiliki.Paling tidak, mereka bisa memiliki webing, harness, dan sepatu sebagai peralatan awal memanjat. Peralatan tambahan lainnya adalah chalk bag dan magnesium karbonat yang berfungsi untuk menjaga tangan agar terhindar dari keringat. Setiap alat mempunyai kapasitas dan kekuatan yang terukur. Ada acuan angka yang menunjukkan kesanggupan alat untuk menahan beban.
Sebagai contoh, carabiner (cincin kait) sanggup memikul beban sampai 2.500 kg atau harness (pengaman tubuh) dengan kekuatan 1.500 kg. Dadang melanjutkan, karena olahraga ini disertifikasi tingkat keamanannya, peralatan yang diperlukan harus disesuaikan pula dengan keamanan si pemanjat. Selain itu, di Indonesia sendiri belum banyak perusahaan yang memproduksi peralatan panjat ini sehingga sebagian besar masih harus diimpor.
Hal ini menyebabkan harga peralatan tersebut menjadi mahal. Anggota Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Bogor Wahyu Indrawan mengatakan, untuk harness saja dapat mencapai harga Rp600.000–Rp700.000, sedangkan tali kermantle per 50 meter mampu mencapai harga Rp1,2 juta–Rp1,5 juta.“Khusus untuk sepatu panjat, sudah banyak beredar sepatu panjat buatan lokal seperti dari Bandung atau Surabaya,” ungkap Wahyu.
Untuk menyiasati harga peralatan yang tergolong tinggi, Dadang Sukandar menuturkan, biasanya alat-alat tersebut disiasati para pemanjat secara kolektif. “Di antara klub-klub pemanjat biasanya mereka patungan untuk beli alat,” ujar Dadang.
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
KETINGGIAN dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan oleh sebagian besar masyarakat. Namun, penggila panjat tebing/ dinding (rock climbing) menganggap ketinggian merupakan sesuatu yang dapat dijadikan objek untuk merangsang adrenalin mereka melalui aktivitas memanjat.
Anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) Divisi Rock Climbing Dadang Sukandar mengungkapkan, panjat tebing merupakan bagian dari pendakian gunung (mountaineering). Mountaineering mengharuskan pendaki menaiki dan menuruni perbukitan.
Semakin tinggi jalur pendakian, semakin curam juga tebing yang harus didaki.Secara otomatis,dia menuturkan, dibutuhkan pula teknik-teknik yang lebih spesifik, salah satunya adalah teknik memanjat. Panjat tebing dapat diartikan sebagai pendakian pada tebing-tebing batu atau dinding karang yang membutuhkan peralatan, teknik, dan metode- metode tertentu.
Pada perkembangannya, aktivitas ini terbagi dua. Dadang menjelaskan, dilihat dari kategorinya, aktivitas memanjat dapat dibagi dua bagian, yakni panjat tebing (adventure climbing) dan panjat dinding (sport climbing). Adventure climbing merupakan aktivitas yang dilakukan dengan tujuan untuk pertualangan. Media aktivitasnya meliputi tebing-tebing di alam terbuka.
Adapun sport climbing dilakukan di media dinding atau papan buatan. Aktivitas ini biasanya dilakukan untuk menjaga stamina dan kebugaran tubuh dan lebih sering dikompetisikan. Bukan berarti adventure climbing tidak bertujuan untuk menjaga stamina tubuh. Terlepas dari teknik dan metodenya,dibandingkan panjat tebing, memanjat dinding buatan relatif lebih mudah.
Dinding buatan biasanya didirikan di lokasi-lokasi keramaian, seperti kampus, mal atau pusat olahraga. Kondisi ini berbeda dengan panjat tebing, seorang pemanjat harus melakukan perjalanan panjang untuk mencapai kaki tebing sebelum melakukan pemanjatan. Tak jarang, base camp pemanjatan harus dicapai setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari. Terlepas dari perbedaan di atas, baik panjat tebing maupun panjat dinding telah menjadi aktivitas yang populer di masyarakat, khususnya kalangan remaja.
Bagi generasi muda, aktivitas ini merupakan kegiatan positif dan konstruktif. Melalui kegiatan ini,kita dapat menggali seperangkat nilai positif yang berpotensi untuk dikembangkan, antara lain pembentukan watak dan karakter, kepribadian, memupuk jiwa sportif, dan penuh semangat juang, serta sebagai sarana alternatif untuk penyaluran bakat dan prestasi.
Selain itu, aktivitas ini juga baik untuk terapi khusus bagi mereka yang selama ini takut terhadap ketinggian. Dengan berlatih, lambat laun ketakutan akan ketinggian sedikit demi sedikit dapat dihilangkan. Ukuran kesuksesan panjat tebing/dinding ini adalah berhasil mencapai puncak tanpa terjatuh.
Namun “seni” panjat tebing/dinding ini adalah menyelesaikan masalah di saat pemanjat menempatkan tubuh, mencengkeram pegangan, dan memijakkan kakinya agar tidak terjatuh. Jika aliran gerak tubuh ini meliuk lancar, maka mereka yang di bawah akan melihatnya sebagai suatu tarian vertikal yang seakan menentang gaya tarik bumi.
Butuh Persiapan Fisik dan Mental
Semua orang bisa saja melakukan olahraga menantang ini. Tidak ada syarat khusus bagi seorang pemanjat.Meski demikian, sebagai aktivitas yang ekstrem dan penuh tantangan, panjat tebing atau panjat dinding memerlukan keberanian, keterampilan, persiapan mental, dan fisik yang prima.Tanpa mental yang baik, seseorang tidak dapat menikmati pencapaian di ketinggian yang antigravitasi ini.
Anggota Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Bogor Wahyu Indrawan mengatakan, secara umum ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan panjat tebing/ dinding. Pertama adalah perlunya latihan yang dilakukan secara rutin. Kedua, penguasaan medan dan perlengkapan. ”Seperti halnya olahraga lainnya, panjat tebing juga memerlukan persiapan fisik, selain mental,” ungkap Wahyu. Fisik yang tidak prima akan menghambat proses pemanjatan.
Agar pemanjatan berjalan sukses, seorang pemanjat tebing perlu latihan agar stamina dapat tetap terjaga. Aktivitas ini tidak hanya bertumpu pada bagian kaki dan tangan. Seluruh otot yang terdapat di dalam tubuh akan bekerja sama beratnya dengan otot-otot kaki dan tangan. Persiapan fisik terbaik adalah melakukan angkat badan. Sebelumnya perlu juga dilakukan lari-lari kecil dan senam untuk memperkuat jantung dan paru-paru.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah melatih otot jari dan lengan, otot pundak dan pangkal lengan. Karena kunci kesuksesan pemanjat dalam menyelesaikan jalur tanpa jatuh adalah kekuatan jari mencengkeram pegangan. Selain mengandalkan kekuatan fisik dan otot, aktivitas ini juga memerlukan strategi. Di dalam menyelesaikan satu rute pemanjatan, diperlukan otak untuk mengatur strategi agar puncak lebih mudah dan lebih cepat diraih.
Selain persiapan fisik dan latihan,Wahyu menambahkan, hal lain yang perlu diperhatikan sebelum memanjat adalah perlu mengetahui karakteristik tebing atau dinding tersebut sebagai jalur pemanjatan. ”Cari informasi, apakah jalur itu sudah pernah dipanjat atau belum,tingkat kesulitannya seperti apa, karena hal ini akan berpengaruh pada peralatan yang dibawa. Jika jalur tersebut belum pernah dipanjat, tentunya memerlukan peralatan yang lebih spesifik lagi,” ungkapnya.
Berkembang Bersama Pendakian Gunung
ImagePANJAT tebing atau panjat dinding tak lepas dari kegiatan pendakian gunung (mountaineering). Di saat mereka mencapai ketinggian tertentu, maka akan dibutuhkan teknikteknik pendakian khusus dengan cara memanjat.
Kegiatan mendaki gunung yang dibarengi teknik memanjat sebenarnya telah dilakukan manusia sejak berabad-abad lalu. Sejarah mencatat ketika pada 1786 Dr Paccard berhasil mencapai puncak Mount Blanc (4.087 meter dpl). Pada masa itu pendakian dan panjat tebing sudah menjadi hobi atau olahraga.
Selanjutnya, puncak-puncak pegunungan Alpen yang dikenal sebagai puncak yang hanya dapat didaki mempergunakan teknik- teknik memanjat tebing, mulai didaki orang. Hingga akhirnya, Edmunt Hillary dan Tenzing Norgay dalam suatu ekspedisi yang dipimpin John Hunt pada 1953 berhasil memuncaki Everest, sebuah puncak yang menjadi impian para pendaki di dunia.
Untuk mencapai puncak,mereka harus memanjat tebing. Sama halnya di Indonesia, panjat tebing seiring dengan berkembangnya teknik mendaki. Klub Gladian Pencinta Alam pada sekitar 1975 melakukan pertemuan dengan para pencinta alam di Gunung Citatah, Padalarang, Jawa Barat, mulai mengajarkan teknik panjat dan turun tebing.
Satu tahun kemudian, seorang mahasiswa Seni Rupa ITB Harry Suliztiarto memperkenalkan panjat tebing di tempat yang sama. Kegiatan ini kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya organisasi alam bebas yang mengkhususkan pada kegiatan memanjat. Bersama tiga rekan sesama mahasiswa ITB, ia mendirikan Skygers Amateur Rock Climbing Group.
Seiring perkembangannya, Skygers mulai membuka kursus panjat tebing yang disambut antusiasme para pemanjat dari berbagai provinsi dan berhasil menyebarluaskan olahraga panjat tebing di Indonesia. Pada 1980 panjat tebing memasuki era baru, pada masa ini kegiatan ini bukan lagi bersifat petualangan, tetapi telah menjadi olahraga prestasi. Perkembangan ini dimulai saat digelar lomba panjat tebing alam di tebing Pantai Jimbaran, Bali, pada 1987.
Kemudian pada 1988,empat pemanjat asal Prancis memperkenalkan panjat tebing buatan (wall climbing) di Indonesia, yang didukung dan diprakarsai oleh Menpora dan Kedutaan Besar Prancis untuk Indonesia. Pada kesempatan tersebut dibentuk pula wadah sebagai tempat menyalurkan aspirasi dan hobi kegiatan panjat tebing di Indonesia, dengan nama Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI). Ketuanya adalah Harry Suliztiarto– pemanjat legendaris yang sempat merayapi atap Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pada 1990, untuk pertama kalinya diadakan lomba panjat dinding buatan, dengan tinggi papan 15 meter yang menjadi awal sejarah dimulainya lomba panjat tebing buatan di Indonesia sampai saat ini. Sejak persentuhan tersebut, panjat dinding terus berkembang. Tiap tahun popularitasnya menunjukkan grafik yang menaik.
Dari Pulau Jawa, kegiatan ini menyebar ke berbagai daerah. Pada 1991, digelar kejuaraan nasional panjat dinding yang pertama di Padang, Sumatera Barat. Sebelumnya ada kejuaraan dan diikuti pemanjat se-Indonesia, tetapi julukannya belum lagi kejuaraan nasional dan diselenggarakan di Jawa dan Bali saja.
Menyiasati Peralatan Mahal
ImageUNTUK melakukan hobi ini diperlukan beberapa peralatan khusus yang wajib dipakai selama pemanjatan. Anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) Divisi Rock Climbing Dadang Sukandar mengatakan, peralatan wajib yang diperlukan adalah tali kermantle, pasak atau paku tebing, sisi pegas, figure of 8 (descender), Gri-gri, carabiner screw gate, carabiner gate, carabiner bent gate, serta runner (dua carabiner gate dan bent gate yang disatukan dengan memakai quickdraw sling).
Namun, untuk para pemanjat pemula, alatalat tersebut tidak semuanya harus dimiliki.Paling tidak, mereka bisa memiliki webing, harness, dan sepatu sebagai peralatan awal memanjat. Peralatan tambahan lainnya adalah chalk bag dan magnesium karbonat yang berfungsi untuk menjaga tangan agar terhindar dari keringat. Setiap alat mempunyai kapasitas dan kekuatan yang terukur. Ada acuan angka yang menunjukkan kesanggupan alat untuk menahan beban.
Sebagai contoh, carabiner (cincin kait) sanggup memikul beban sampai 2.500 kg atau harness (pengaman tubuh) dengan kekuatan 1.500 kg. Dadang melanjutkan, karena olahraga ini disertifikasi tingkat keamanannya, peralatan yang diperlukan harus disesuaikan pula dengan keamanan si pemanjat. Selain itu, di Indonesia sendiri belum banyak perusahaan yang memproduksi peralatan panjat ini sehingga sebagian besar masih harus diimpor.
Hal ini menyebabkan harga peralatan tersebut menjadi mahal. Anggota Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Bogor Wahyu Indrawan mengatakan, untuk harness saja dapat mencapai harga Rp600.000–Rp700.000, sedangkan tali kermantle per 50 meter mampu mencapai harga Rp1,2 juta–Rp1,5 juta.“Khusus untuk sepatu panjat, sudah banyak beredar sepatu panjat buatan lokal seperti dari Bandung atau Surabaya,” ungkap Wahyu.
Untuk menyiasati harga peralatan yang tergolong tinggi, Dadang Sukandar menuturkan, biasanya alat-alat tersebut disiasati para pemanjat secara kolektif. “Di antara klub-klub pemanjat biasanya mereka patungan untuk beli alat,” ujar Dadang.
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
- Dapatkan informasi yang up-to-date mengenai tebing dan lokasi pemanjatan jauh-jauh hari sebelum perjalanan dimulai.
- Jika ada penutupan akses ke tebing panjat,jangan dilanggar dan cari tempat lain untuk dipanjat.
- Gunakan jalan setapak yang sudah ada meskipun lebih jauh dan lebih lama untuk dicapai. Jangan membuat jalan pintas baru yang hanya akan mengakibatkan timbulnya erosi tanah.
- Berkemahlah di tempat yang telah disediakan atau yang biasa digunakan.
- Gunakan kapur magnesium seperlunya.
- Turuti aturan, tradisi, etika kampung sekitar di mana kamu memanjat. Hormati kuncen/ kepala desa dan ramah-tamahlah dengan penduduk sekitar.
sumber: http://catros.wordpress.co