March 18, 2011

TEORI DASAR KEPEMIMPINAN


Materi:
  • Konsep Kepemimpinan
  • Definisi Kepemimpinan
  • Tujuan Kepemimpinan
  • Tugas Pokok Pemimpin / Manager
  • Peranan Pemimpin
  • Dimensi-dimensi  Kepemimpinan
  • Sifat-sifat Pemimpin
  • Perilaku Pemimpin
  • Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemimpin
  • Model Pemimpin dalam Mengambil Keputusan
  • Tipologi Kepemimpinan
  • Model Kepemimpinan Likert (Likert Management System)
  • Leadership Caracter Building
  • Kompetensi Kepemimpinan

Konsep Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini. Ditinjau dari sejarah perkembangannya dapat dikemukakan disini adanya tiga teori kepemimpinan:
1.    Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa—Leader are born and not made—(pemimpin  itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis. Teori ini menganggap bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang berupa sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang ada pada diri seorang pemimpin. Menurut teori ini kepemimpinan diartikan sebagai traits within the individual leader. Jadi seseorang dapat menjadi pemimpin karena dilahirkan sebagai pemimpin dan bukan karena dibuat atau dididik untuk itu (leader were borned and note made).
2.    Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa—Leader are made and not born—(pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup. Teori ini memandang kepemimpinan sebagai fugsi kelompok (function of the group). Menurut teori ini, sukses tidaknya suatu pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat yang ada pada seseorang, tetapi justru yang lebih penting adalah dipengaruhi oleh sifat-sifat dan ciri-ciri kelompok yang didampinginya.
3.    Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Teori ini tidak hanya didasari atas padangan yag bersifat psikologis dan sosiologis, tetapi juga ekonomi dan politis. Menurut teori ini kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi dari situasi (function of the situation). Teori yang ketiga ini menunjukkan bahwa, betapapun seorang pemimpin telah memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan dapat menjalankan fungsinya sebagai anggota kelompok, sukses tidaknya kepemimpinannya masih ditentukan pula oleh situasi yang selalu berubah yang mempengaruhi perubahan dan perkembangan kehidupan kelompok yang didampingnya.
Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik. Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai: k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.

Definisi Kepemimpinan

1.   Kepemimpinan adalah prilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (share goal) (Hemhill& Coons, 1957:7)
2.   Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasitertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satuatau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1961:24)
3.   Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksi (Stogdill, 1974:411)
4.   Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan beradadiatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan rutin organisasi (Katz & Kahn,1978:528)
5.   Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984:46)
6.   Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang dinginkan untuk mencapai sasaran (Jacob & Jacques, 1990:281)
7.   Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi kontribusi yangefektif terhadap orde sosial dan yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya (Hosking, 1988:153)
8.   Kepemimpinan sebagai sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok atau organisasi (Yukl, 1994:2)



Tujuan Kepemimpinan
1.   Mengupayakan kesejahteraan bagi orang banyak sehingga menjadi berguna bagi semua orang. Bukan sebaliknya.
2.   Menolong setiap anggota mengembangkan potensinya secara penuh sehingga bisa lebih produktif dan efisien.
3.   menolong kelompok dalam pencapaian tujuan atau visi-misi pelayanan melalui kerja tim yang efektif.

Tugas Pokok Pemimpin/ Manager
(James A.F. Stoner)
1.   Managers work with and through other people
2.   Managers are responsible and accountable
3.   Managers balance competing goals and set priority
4.   Managers must think analytically and conceptually
5.   Managers are mediators
6.   Managers are politiancs
7.   Managers are diplomats
8.   Managers make difficult decisions

Peranan Pemimpin

(Prof. Dr. Arifin Abdurahman)
1.   Sebagai Pelaksana (executive)
2.   Sebagai Perencana (planner)
3.   Sebagai Seorang Ahli (expert)
4.   Mewakili Kelompok (external group representative)
5.   Mengawasi Hubungan (controller of internal relationship)
6.   Sebagai pemberi Ganjaran atau Pujian dan Hukuman (purveyor of rewards and punishments)
7.   Sebagai Wasit dan Penengah (arbitrator and mediator)
8.   Merupakan bagian dari Kelopmpok (exemplar)
9.   Merupakan Lambang Kelompok (symbol of the group)
10.        Pemegang Tanggungjawab (surrogate for individual responsibility)
11.        Sebagai Pencipta atau Memiliki Cita-cita (ideologist)
12.        Sebagai Seorang Ayah (father figure)
13.        Sebagai Kambing Hitam (Scape Goat)

Peranan Pemimpin
(HG. HICKS & C.R. Gullett)
1.   Bersikap Adil (arbitrating)
2.   Memberikan Sugesti (suggesting)
3.   Mendukung Tercapainya Tujuan (supplying objectives)
4.   Menjadi Katalisator (catalyzing)
5.   Menciptakan Rasa Aman (providing security)
6.   Sebagai Wakil Organisasi (representing)
7.   Sumber Inspirasi (inspiring)
8.   Bersikap Menghargai (praising)




Dimensi-dimensi Kepemimpinan
Dalam usahanya maenggabungkan teori dan penelitian tentang kepemimpinan, David G. Bowers dan Stanley E. Seashore mengusulkan empat dimesi pokok dari struktur fundamental kepemimpinan, yaitu:
1.   Bantuan (support)—tingkah laku yang memperbesar perasaan berharga seseorang dan merasa dianggap penting.
2.   Kemudahan Interaksi—tingkah laku yang memberanikan anggota-anggota kelompok untuk mengembangkan hubungan-hubungan yang saling menyenangkan.
3.   Pengutamaan Tujuan—tingkah laku yang merangsang antusiasme bagi penemuan tujuan kelompok mengenai pencapaian prestasi yang baik.
4.   Kemudahan Bekerja—tingkah laku yang membantu pencapaian tujuan dengan kegiatan-kegiatan seperti penetapan waktu, pengkoordinasian, perencanaan, & penyediaan sumber-sumber seperti alat-alat, bahan-bahan & pengetahuan teknis.

Sifat-sifat Pemimpin
Sifat-sifat yang diperlukan seorang pemimpin agar dapat sukses dalam kepemimpinannya, lima sifat pemimpin menurut Ghizeli dan Stogdil:
1.   Kecerdasan
2.   Kemampuan mengawasi
3.   Inisiatif
4.   Ketenangan diri
5.   Kepribadian

Menurut Thierauf; 16 sifat-sifat yang dibutuhkan pemimpin adalah;
1.   Kecerdasan
2.   Inisiatif
3.   Daya khayal
4.   Bersemangat (enthusiasme)
5.   Optimisme
6.   Individualisme
7.   Keberanian
8.   Keaslian (Orijinilitas)
9.   Kesedian Menerima
10.        Kemampuan berkomunikasi
11.        Perilaku yang wajar terhadap sesama
12.        Kepribadian
13.        Keuletan
14.        Manusiawi
15.        Kemampuan mengawasi
16.        Ketenangan diri







Perilaku Pemimpin
(Robert K. Blade & Jemes S. Mouton)
1.   Impoverised Management.
Pemimpin berperilaku dengan memberikan perhatian rendah, baik terhadap produksi maupun terhadap orang atau bawahan.
2.   Country Club Management.
Pemimpin berperilaku dengan memberikan perhatian rendah terhadap produksi, tetapi memberikan perhatian yang tinggi terhadap orang atau bawahan.
3.   Task or Authoritarian Management.
Pemimpin berperilaku dengan memberikan perhatian tinggi terhadap produksi, tetapi memberikan perhatian yang rendah terhadap orang atau bawahan
4.   Middle-Road Management.
Pemimpin berperilaku dengan memberikan perhatian yang seimbang terhadap produksi maupun terhadap orang atau bawahan.
5.   Team or Democratic Management.
Pemimpin berperilaku dengan memberikan perhatian yang tinggi baik terhadap produksi maupun terhadap orang atau bawahan.

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemimpin
1.   Keahlian dan pengetahuan
2.   Jenis pekerjaaan atau lembaga
3.   Sifat-sifat kepribadian pemimpin
4.   Sifat-sifat kepribadian pemimpin
5.   Sangsi-sangsi yang ada di tangan pemimpin

Model Pemimpin dalam Mengambil Keputusan
(Vromm & Yetton)
1.   Model DIREKTIF
Membuat putusan sendiri (make decision alone). Jika tingkat keefektifan teknis dan tingkat motivasi dukungan bawahan rendah.
2.   Model KONSULTATIF
Membuat putusan secara konsultatif (consult). Jika tingkat keefektifan teknis dari bawahan tinggi, tetapi tingkat motivasi dukungan bawahan rendah.
3.   Model DELEGATIF
Membuat putusan dengan mendelegasikan (delegate). Jika tingkat keefektifan teknis bawahan rendah dan tingkat motivasi dukungan bawahan tinggi.
4.   Model PARTISIPATIF
Membuat putusan bersama (share decision). Jika tingkat keefektifan teknis maupun tingkat motivasi dukungan bawahan keduanya tinggi.







Tipologi Kepemimpinan

(Sondang P. Siagian)
1.   Tipe Otokratis. Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut:
§  Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;
§  Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
§  Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;
§  Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
§  Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya;
§  Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
2.   Tipe Militeristis. Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut :
§  Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;
§  Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya;
§  Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan;
§  Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
§  Sukar menerima kritikan dari bawahannya;
§  Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3.   Tipe Paternalistis. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
§  Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;
§  Bersikap terlalu melindungi (overly protective);
§  Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan;
§  Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif;
§  Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya;
§  Dan sering bersikap maha tahu.
4.   Tipe Karismatik. Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma.
§  Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.
§  Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F. Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ganteng.
5.   Tipe Demokratis. Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
§  Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia;
§  Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya;
§  Senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya;
§  Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan;
§  Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
§  Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan
§  Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.

Model Kepemimpinan Likert (Likert Management System).
Likert dalam Stoner (1978) menyatakan bahwa dalam model kepemimpinan dapat dikelompokkan dalam empat sistem, yaitu sistem otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif, dan partisipatif. Penjelasan dari keempat sistem tersebut adalah seperti yang disajikan pada bagian berikut ini:
1.   Sistem Otoriter (Sangat Otokratis). Dalam sistem ini, pimpinan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan memerintahkan semua bawahan untuk menjalankannya. Untuk itu, pemimpin juga menentukan standar pekerjaan yang harus dijalankan oleh bawahan. Dalam menjalankan pekerjaannya, pimpinan cenderung menerapkan ancaman dan hukuman. Oleh karena itu, hubungan antara pimpinan dan bawahan dalam sistem adalah saling curiga satu dengan lainnya.
2.   Sistem Otoriter Bijak (Otokratis Paternalistik). Perbedaan dengan sistem sebelumnya adalah terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan dalam menetapkan standar yang ditandai dengan meminta pendapat kepada bawahan. Selain itu, pimpinan dalam sistem ini juga sering memberikan pujian dan bahkan hadiah ketika bawahan berhasil bekerja dengan baik. Namun demikian, pada sistem inipun, sikap pemimpin yang selalu memerintah tetap dominan.
3.   Sistem Konsultatif. Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan adanya pola komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya cenderung lebih bersifat menudukung. Selain itu sistem kepemimpinan ini juga tergambar pada pola penetapan target atau sasaran organisasi yang cenderung bersifat konsultatif dan memungkinkan diberikannya wewenang pada bawahan pada tingkatan tertentu.
4.   Sistem Partisipatif. Pada sistem ini, pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja kelompok sampai di tingkat bawah. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemimpin biasanya menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan yang tinggi pada bawahan. Sehingga dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan target pemimpin selalu melibatkan bawahan. Dalam sistem inipun, pola komunikasi yang terjadi adalah pola dua arah dengan memberikan kebebasan kepada bawahan untuk mengungkapkan seluruh ide ataupun permasalahannya yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian, model kepemimpinan yang disampaikan oleh Likert ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari model-model yang dikembangkan oleh Universitasi Ohio, yaitu dari sudut pandang struktur inisasi dan konsiderasi.

Leadership Caracter Building

1.   Mencari peluang yang menantang
2.   Berani mencoba dan menanggung resiko
3.   Visoiner
4.   Membina kesamaan visi
5.   Membangun jaringan (networking building)
6.   Menunjukkan keteladanan
7.   Mempunyai planning jelas
8.   Menghargai peran individu

Kompetensi Kepemimpinan

Suatu persyaratan penting bagi efektivitas atau kesuksesan pemimpin (kepemimpinan) dan manajer (manajemen) dalam mengemban peran, tugas, fungsi, atau pun tanggung jawabnya masing-masing adalah kompetensi. Konsep mengenai kompetensi untuk pertamakalinya dipopulerkan oleh Boyatzis (1982) yang didefinisikan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan memberikan hasil yang diinginkan. Secara historis perkembangan kompetensi dapat dilihat dari beberapa definisi kompetensi terpilih dari waktu ke waktu yang dikembangkan oleh Burgoyne (1988), Woodruffe (1990), Spencer dan kawan-kawan (1990), Furnham (1990) dan Murphy (1993).




Menurut Rotwell, kompetensi adalah an area of knowledge or skill that is critical for production ke outputs.

Lebih lanjut Rotwell menuliskan bahwa competencies area internal capabilities that people brings to their job; capabilities which may be expressed in a broad, even infinite array of on the job behaviour.

Spencer (1993) berpendapat, kompetensi adalah; an undderlying characteristicof an individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superior performance in ajob or situation.

Senada dengan itu Zwell (2000) berpendapat Competencies can be defined as the enduring traits and characteristics that determine performance. Examples of competencies are initiative, influence, teamwork, innovation, and strategic thinking.

Beberapa pandangan di atas mengindikasikan bahwa kompetensi merupakan karakteristik atau kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dari Spencer dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa motives, self koncept (Spencer, 1993), knowledge, dan skill ( Spencer, 1993; Rothwell and Kazanas, 1993). Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Amstrong, 1990). Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang dimilki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action. Menurut Spencer (1993), skill menjelma sebagai perilaku yang di dalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge. Dalam pada itu, menurut Spencer (1993) dan Kazanas (1993) terdapat kompetensi kepemimpinan secara umum yang dapat berlaku atau dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative, flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical thinking, conceptual thinking, team work, service orientation, interpersonal awareness, relationship building, cross cultural sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others, develiping others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir dalam semua posisi manajerial.


Ke 18 kompetensi yang diidentifikasi Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang kepemimpinan berikut : pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan pengendali operasi teknis (supervisor). Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result (achievement) orientation, relationship building, initiative, influence, strategic thinking, building organizational commitment, entrepreneurial orientation, empowering others, developing others, dan felexibilty. Adapun kompetensi pada tingkat pimpinan menengah lebih berfokus pada influence, result (achievement) orientation, team work, analitycal thinking, initiative, empowering others, developing others, conceptual thingking, relationship building, service orientation, interpersomal awareness, cross cultural sensitivity, dan technical expertise. Sedangkan pada tingkatan supervisor kompetensi kepemimpinannya lebih befokus pada technical expertise, developing others, empowering others, interpersonal understanding, service orientation, building organzational commitment, concern for order, influence, felexibilty, relatiuonship building, result (achievement) orientation, team work, dan cross cultural sensitivity.
Dalam hubungan ini Kouzes dan Posner 1995) meyakini bahwa suatu kinerja yang memiliki kualitas unggul berupa barang atau pun jasa, hanya dapat dihasilkan oleh para pemimpin yang memiliki kualitas prima. Dikemukakan, kualitas kepemimpinan manajerial adalah suatu cara hidup yang dihasilkan dari "mutu pribadi total" ditambah "kendali mutu total" ditambah "mutu kepemimpinan".
Berdasarkan penelitiannya, ditemukan bahwa terdapat 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan unggul, yaitu; (1) pemimpin yang menantang proses, (2) memberikan inspirasi wawasan bersama, (3) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi, (4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5) memotivasi bawahan. Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga para bawahan bersedia mengikuti perilakunya adalah, apabila manajer memiliki sifat jujur, memandang masa depan, memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan teknikal maupun manajerial. Sedangkan Burwash (1996) dalam hubungannya dengan kualitas kepemimpinan manajer mengemukakan, kunci dari kualitas kepemimpinan yang unggul adalah kepemimpinan yang memiliki paling tidak 8 sampai dengan 9 dari 25 kualitas kepemimpinan yang terbaik. Dinyatakan, pemimpin yang berkualitas tidak puas dengan "status quo" dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya.
Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan manajer yang baik antara lain, memiliki komitmen organisasional yang kuat, visionary, disiplin diri yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya, empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani. Dalam pada itu, Warren Bennis (1991) juga mengemukakan bahwa peran kepemimpinan adalah “empowering the collective effort of the organization toward meaningful goals” dengan indikator keberhasilan sebagai berikut : People feel important; Learning and competence are reinforced; People feel they part of the organization; dan Work is viewed as excisting, stimulating, and enjoyable.
Sementara itu, Soetjipto Wirosardjono (1993) menandai kualifikasi kepemimpinan berikut; kepemimpinan yang kita kehendaki adalah kepemimpinan yang secara sejati memancarkan wibawa, karena memiliki komitmen, kredibilitas, dan integritas. Sebelum itu, Bennis bersama Burt Nanus (1985) mengidentifikasi bentuk kompetensi kepemimpinan berupa the ability to managedalam empat hal : attention (= vision), meaning (= communication), trust (= emotional glue), and self (= commitment, willingness to take risk). Kemudian pada tahun 1997, keempat konsep tersebut diubah menjadi the new rules of leradership berupa (a) Provide direction and meaning, a sense of purpose; (b) Generate and sustain trust, creating authentic relationships; (c) Display a bias towards action, risk taking and curiosity; dan (d) Are purveyors of hope, optimism and a psychological resilience that expects success (lihat Karol Kennedy, 1998; p.32). Bagi Rossbeth Moss Kanter (1994), dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin terasa kompleks dan akan berkembang semakin dinamik, diperlukan kompetensi kepemimpinan berupa conception yang tepat, competency yang cukup, connection yang luas, dan confidence.
Tokoh lainnya adalah Ken Shelton (ed, 1997) mengidentikasi kompetensi dalam nuansa lain., menurut hubungan pemimpin dan pengikut, dan jiwa kepemimpinan. Dalam hubungan pemimpin dan pengikut, ia menekankan bagaimana keduanya sebaiknya berinterkasi. Fenomena ini menurut Pace memerlukan kualitas kepemimpinan yang tidak mementingkan diri sendiri. Selain itu, menurut Carleff pemimpin dan pengikut merupak dua sisi dari proses yang sama. Dalam hubungan jiwa kepemimpinan, sejumlah pengamat memasuki wilayah spiritual. Rangkaian kualitas lain yang mewarnainya antara lain adalah hati, jiwa, dan moral. Bardwick menyatakan bahwa kepemimpinan bukanlah masalah intelektual atau pengenalan, melainkan masalah emosional. Sedangkan Bell berpikiran bahwa pembimbing yang benar tidak selamanya merupakan mahluk rasional. Mereka seringkali adalah pencari nyala api.
  










Referensi Primer


Dr. Sondang P. Siagian M.P.A, Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung, Cet. II., 1971.

Drs. M. Ngalim Purwanto, M.P., Administrasi & Supervisi Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, Cet. VIII., 1998.

Drs. Sutarto, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Gadjah Mada University Press, 1986.

Ridwan, M.Ag, Teori Kepemimpinan, Makalah disampaikan pada Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa (PKM) BEM STAIN Purwokerto, 23-24 November 2007.

Prof. Dr. H. arifin Abdurrahman, Teori, Pengembangan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja, Jakarta, Barata, 1971.

James A.F. Stoner, Management, Secont Editions, Prentice-Hall International, Inc., 1982.

Robert J. Thierauf, Robert C. Klekamp, Daniel W. Gedding, Management Principles and Practices: A Contigency and Questionnare Approach, John Willey & Son, New York, 1997

Stephen J. Carrol & Henry L. Tosy, Organizational Behavior, John Willey & Son, New York, 1977

http://www.aparaturnegara.bappenas.go.id/data/Kajian/Kajian2003/Dimensi%20&%20Dinamika%20KEPIM%20ABAD%2021.doc.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...